Realisasi Perayaan Keteladanan Rasul



0 komentar

saking google


Maulid Nabi yang dikenal sebagai peringatan hari lahir Muhammad SAW ternyata lahir dari peristiwa yang menyejarah. Pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193) di Irak, di tengah Perang Salib untuk memperebutkan Yerusalem semangat juang pasukan muslimin meredup. Abu Said al-Qakburi, Gubernur Irbil-Irak menggemakan cerita kerasulan bertepatan dengan momentum kelahiran nabi, yang ternyata mampu mengobarkan kembali semangat juang pasukan muslimin melawan pasukan Eropa.
Dekade kini, Muhammad SAW menjadi subjek life modelling sekaligus symbollic modelling bagi Islam. Keteladanannya menjadi sumber keutuhan nurani jutaan muslim dipelosok bumi yang silih berganti generasi. Sejarah mencatat, masa kelahiran Islam yang tak pernah kehilangan figur utama. Secara simbolik Al-Quran, Hadist, dan berbagai riwayat lain mencatat kisah keteladanan Rasulullah. Bukti itulah yang harus dibagi agar tiada rasa kehilangan warisan itu.
Di tengah hiruk pikuk rasa sosial bangsa Indonesia yang mengering, rasanya tidak layak untuk meremehkan keteguhan rakyat untuk bertahan. Dengan mudahnya, pengemis  berumah gedongan mengatongkan tangan di jalanan atau di portal ATM. Sudahlah, mereka pikir tak ada pekerjaan lain? Kitalah yang acuh dan membiarkan orang lain menyerah pada nasib. Manusia Indonesia bukannya kurang prihatin untuk menyelesaikan masalah kecil yang mendera bangsa. Tapi, kebanyakan kurang mengedepankan kecerdasannya dalam mencontoh dan menyikapi keteladanan diantara kita.
Bersyukur, jati diri Rasulullah kini masih ada dalam keteladanan masyarakat bangsa Indonesia. Salah satu catatan dari portal internet berikut kiranya pantas dijadikan life modelling: ceritanya ketika seorang karyawan sedang ngobrol dengan seorang kakek pemulung. Perut kakek itu keruyukan, tidak punya uang buat makan batin si karyawan. Si karyawan berinisiatif membelikan makanan dan berkilah kalau teman yang ia pesankan makanan tak datang. Si kakek menolak, alasannya tidak akan mampu bayar. Alhasil, si karyawan memaksa menerimanya. Si kakek malu dan berkata “saya inginnya beli makan sama uang sendiri karena saya bukan pengemis”. Miris sekali.
Kakek itu mengingatkan pada Rasulullah yang membebat perutnya dengan kain berisi batu untuk menahan lapar dan berpuasa ketika di rumahnya tak didapati apapun untuk dimakan. Semua itu dilakukan untuk menahan lapar. Seperti tak menghiraukan kondisinya, si kakek memasukkan uang yang baru saja diberi oleh karyawan ke kotak amal.

Persepsi Refleksi Keteladanan
Percakapan yang cukup spontan terjadi ketika Rasulallah menjenguk Sa’d ibn Abi Waqqash. Sa’d bermaksud memwasiatkan hartanya guna infaq di jalan Allah. Sa’d menanyakan pada rasul “Bolehkah dua pertiganya?” Rasul menjawab Jangan. “Separuhnya?” Rasulallah menjawab jangan. “Bagaimana jika sepertiganya?” mengiyakan. Realisasi diri teladan Rasulallah adalah kebijaksanaan yang spontanitas. Beliau tak meninggalkan sedikitpun pertimbangan yang harusnya dipikirkan matang-matang.
 Rasullallah pernah mengajarkan “Katakan yang benar, meskipun itu pahit”. Nampaknya ajaran itu amat mendera bagi Muhammad ibn Sirin. Ibn Sirin menemukan bangkai tikus pada minyak yang dikulaknya. Untuk ia menjaga dari fitnah Ibn Sirin membuang semua minyak tersebut. Padahal, uang untuk membayar minyak berasal dari hutangan yang berakad 40.000 dirham. Betapa mulianya ia menepis spekulasi untuk menanggung keraguan pembelinya atas najis tidaknya minyak itu. Bisa saja mengelak dengan melimpahkan pada pemasoknya.
“The best way to find your self is to lose yourself in the service of other.”  
(Mahatma Gandhi)
 Rasul berada ditengah-tengah umatnya untuk berusaha melayani dengan sepenuh jiwa tenaganya. Terinsiprasikah kita untuk menjadi pendengar setia, penutur yang paling sabar, penyayang bagi mereka yang mengacuhkan, membenci, dan memusuhi kita. Rasul, dengan keteladanannya didapati melenyapkan diri ditengah tentangan sejarah jahiliah.
Studi Keteladanan
Konon ada hamba-hamba Allah yang mampu membuat pada syuhada dan para nabi cemburu. Para sahabat sulit menemukan sosok yang dimaksud, penuh penasaran bertanya pada Rasullallah “Siapakah gerangan mereka?”. Meski sederhana, ternyata, tak dikiranya sebuah Hadis Qudsi dari Imam Ahmad dan At-Tirmidzi menjelaskan yang mereka mereka maksud, adalah “Orang-orang yang saling mencintai demi keagunganKU”. Adakah diri kita sendiri patut dicemburui. Kita tidak bisa menganggap terlalu sederhana orang lain dan tidak boleh melihatnya terlalu sulit.
Nilai tentang kecemburuan tersebut  akan sulit ditangkap dari pandangan psikologi barat. Ada kalanya tidak toleran terhadap budaya timur. Paduan Psikologi dengan warisan Rasul menjadi rujukan Kepribadian dalam Psikologi Islam. Kesan, menyertai perjalanan kepribadian manusia yang statis menuju aktualisasi diri yang dinamis. Rasullallah telah memberikan patokan yang mengkluster tipologi kepribadian muslim, baik yang sifatnya umum maupun khusus. Salah satu buktinya, Psikologi akan membutuhkan lebih banyak teori untuk menjelaskan diri seseorang yang berhijab.
Berkembangnya studi dan riset akan kejiwaan manusia, menimbulkan bermacam pandangan tentang manusia itu sendiri. Ajaran Islam yang lahir lebih dulu, dengan segala tatanan dan penganutnya memiliki suatu keterbukaan beraktualisasi untuk merealisasikan diri agar tidak bertentangan. Namun bagaimana cara menyikapi pertentangan antara motif realiasi diri dengan nurani ketika melihat orang yang melakukan bom bunuh diri. Kiranya studi-studi ilmiah yang adaptif harus lebih tajam mengupas kondisi demikian. Tendensi pada jihad tidak harus selalu menjadi alasan untuk mengorbankan jiwa-jiwa yang dirahmati. Rasul tidak mengajarkan yang begitu kejam pada sesama.
Di Indonesia, terjadi ikatan antara budaya dan ajaran islam. Di Jogjakarta maulid Nabi dirayakan dengan upacara Sekaten. Intinya menyajikan rasa syukur dengan membuat gunungan jajan pasar yang akan direbutkan masyarakat yang menghadiri Sekaten. Adat lain di Kecamatan Kaliwungu-Kendal, Ketuin atau Weh-wehan yaitu adat masyarakat untuk saling mengantar jajan. Ritual tersbut sekedar akulturasi yang perlu dipahami maknanya dengan lebih mendalam.
Perayaan Maulid Nabi ditengah pertentangan makna antara tradisi kuno atau ritual mistis. Tidak untuk meninggalkan tugas mulia umat muslim untuk merealisasikan keteladanan yang diwariskan. Tanpa menafikkan batas bit’ah, Maulid Nabi dapat digunakan untuk memuji junjungan kita dalam Islam.



0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post