Catatan Menjelang Lupa



0 komentar

 Scribo Ergo Sum sering dipakai sebagai tema atau  jargon dalam kegiatan kepenulisan. Makna adagium ubahan tersebut kurang lebih adalah “Aku menulis, maka aku ada”. Satu lagi, sepenggal quote Pramodya Ananta Toer yang sering kali dijadikan pemicu semangat untuk berkarya, "Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Lama-kelamaan kalimat-kalimat itu menjadi menjemukan dan menulis menjadi begitu melelahkan. Hal tersebut terus berulang dan seolah-olah menulis hanyalah reuni dalam utopia sesaat menjelang hiatus dan lupa.

Seorang penulis pernah mengungkapkan kalau lebih produktif menulis saat patah hati. Dan, hal tersebut terbukti dengan jumlah karyanya dan yang terakhir menceritakan tentang kisah patah hati. Entah bagaimana, terkadang menulis bisa menjadi euforia untuk merayakan banyak hal, termasuk patah hati dan jatuh cinta. Pengalaman menulis A’an Mansyur dimulai sejak ia tinggal jauh dari ibunya, ia sering menceritakan sesuatu kepada ibunya lewat tulisan. Bagi A’an Mansyur tulisannya lebih mewakili apa yang ingin ia sampaikan kepada ibunya. Setiap orang mungkin perlu berusaha menemukan alasan personal untuk mulai menulis.  Justru yang membuat banyak orang tidak lekas mulai untuk menulis bisa jadi adalah ekspektasi untuk bisa menulis karya semonumental tetralogi Bumi Manusia.

Beberapa bulan yang lalu saya ingin menulis puisi tentang pohon Ulin dan Gaharu, tapi sampai saat membuat tulisan ini belum selesai juga. Jika saya teruskan mungkin akan menjadi puisi yang rumpang. Sebenarnya banyak sekali tulisan saya yang belum selesai, bukanya hanya rumpang tapi cuma berupa judul. Berkali-kali, tercecer, dan hilang. Salah satu hal yang saya lakukan untuk menambal tulisan-tulisan yang rumpang dan tak kunjung selesai adalah membaca. Membaca bisa menjadi tulisan lebih berbobot, selain itu juga bisa menjadi jembatan untuk menyambung ide pada saat proses menulis. Apakah membaca bisa meningkatkan keterampilan dan kreatifitas menulis? Bisa jadi iya, tapi yang lebih signifikan adalah proses menulis itu sendiri. 

Salah satu cakupan literasi menjelaskan bahwa membaca dan menulis pada dasarnya merupakan seperangkat keterampilan yang berdiri sendiri-sendiri (autonom), ibarat saudara yang hidup dalam satu rumah. Jika mengetik baca-tulis atau reading and writing di mesin pencarian Google akan muncul jutaan hasil pencarian dalam berbagai bentuk tulisan. Rasanya tidak perlu membaca semua tulisan dari hasil pencarian tersebut untuk mulai berliterasi. Ngopi bareng dan saling memberi ruang untuk berbincang. Di kesempatan lain saling melempar canda dalam puisi atau sesekali perlu untuk ngrasani buku (sebutan dari seorang rekan). Kenapa disebut ngrasani buku? Ya mungkin, setidaknya jika tidak dapat ilmunya setidaknya mendapatkan hiburan dari buku yang dirasani. Kalau di kampus dulu saya sering mengikuti sebuah forum bernama Disja atau Diskusi Senja yang mengingatkan pada tiga kata; aksara, pena, dan cakrawala. Ketiga kata tersebut cukup representatif untuk mewakili visi-misi literasi dengan sederhana. Membaca, menulis, dan berpandangan jauh.



Yang Menyeduh Cerita dalam Secangkir Kopi Lahar Pang



0 komentar

Mengenal kopi bisa lewat apa saja, secangkir kopi, aroma seduhan, tulisan, atau bahkan cerita dari penikmatnya yang tak sengaja sayup-sayup terdengar. Dewi Lestari sudah membuktikannya dengan bukunya yang fenomenal Filosofi Kopi yang kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama. Bahkan tahun lalu sempat ramai istilah “Kopi dan penikmat senja”.Pembuka lagu Senja Senja Tai Anjing mungkin juga terinspirasi dari perpaduan kedua istilah yang teramat syahdu itu.

Kopi paling nikmat bagi sebagian orang akan menyisakan rasa pahit yang sangat membekas di lidah. Beberapa orang penyuka kopi tubruk untuk menikmati rasa pahit paling sempurna harus menunggu ampasnya mengendap. Baru menikmati pahitnya serupu-demi seruput hingga tersisa lethek-nya saja. Orang-orang modern yang digerakkan oleh kehidupan yang bergerak teramat cepat dipaksa menikmati kopi instan atau kopi seduhan yang dicampur minuman lainnya. Bagaimanapun cara pengolahannya sensasi pahit yang khas dalam kopi takkan pudar. Kopi selalu punya ruang untuk hadir dalam kehidupan penikmatnya.

Kali ini saya ingin menceritakan dua kejadian yang sama sekali tak berhubungan dengan kopi tapi tak bisa lepas dari kopi. Sore ini dalam perjalanan menuju Lahar Pang saya melihat beberapa hal yang jarang sekali saya jumpai. Ketika melintasi sebuah gereja tua bernama Bethel di bawah hujan deras, saya melihat pemuda-pemuda bertubuh atletis berlari-lari di jalanan. Kejadian itu mengingatkan pada sepenggal pengalaman di masa kecil saat berlari dibawah hujan yang mengguyur. Membangunkan pengalaman di masa lampau yang sudah terkubur berbagai pengalaman lainnyasangat berarti buat saya. Ternyata di masa lalu saya pernah mengalami kehidupan yang tak perlu dibandingkan dengan pahitnya kopi.

Cerita kedua adalah tentang tekad Guru Ngaji saya dan keistiqomahannya dalam kebaikan. Bahkan menurut saya ia melakukan hal baik dengan sangat mulia. Setiap minggu sore Guru Ngaji saya menempuh jarak sekitar 40 km dari rumahnya untuk mengajar ngaji di sana dan pulang dari sana terkadang hampir tengah malam melewati jalanan di antara pepohonan hutan yang menjulang. Sore itu sebenarnya saya mengekor Guru Ngaji saya yang akan mengajar ngaji di sana Ba’da Magrib. Saat melintas desa sebelum lereng gunung Kelud, kami menjumpai bapak-bapak yang berdiri di tengah jalan untuk meminta sumbangan pembangunan masjid. Apa yang dilakukan Guru Ngaji saya? Ia yang mengendarai motor saya menyalakan sein dan berhenti sejenak untuk memberikan uang kepada bapak-bapak tadi. Sore itu bukan kali pertama Guru Ngaji saya melakukan hal itu, minggu lalu juga, dan beberapa minggu lalu saat di Lumajang ia juga berhenti untuk memberikan uang kepadaPak Ogah yang sedang kepanasan mengatur lalu lintas. Bukan hanya rasa dari kopi terbaik saja yang konsisten, manusia-manusia terbaik pun juga begitu.

Sesampainya di Lahar Pang, saya langsung memesan semangkuk mie instan dan segelas jus alpukat. Sembari mengisi perut, saya mengobrol dengan Sahabat Guru Ngaji saya tentang kondisi di sana pasca letusan gunung Kelud tahun 2014. Lahar Pang adalah desa di lereng Kelud bagian barat laut dan letaknya paling dekat dengan puncak gunung Kelud. Ketika Kelud Meletus Lahar Pang menerima beratus-ratus ton tumpukan pasir dan batu yang dimuntahkan dari kawah di puncak gunung Kelud. Karena letusan tersebut Lahar Pang sepertinya tak punya harapan lagi. Tapi saya masih penasaran bagaimana orang-orang di Lahar Pang membuka harapan-harapan baru pasca kejadian itu.

Saya jadi teringat sebuah ungkapan yang ditulis di atas tampah yang ditempelkan di dinding Lamor Coffe, “Mungkin Tuhan menciptakan kopi agar kita semua bisa berteman”. Kata semua yang terselip pada tulisan itu mungkin menggambarkan kehidupan sehari-hari penduduk Lahar Pang yang amat dekat dengan Kelud. Bagi saya kenikmatan secangkir kopi Lahar Pang  sudah sepaket dengan berbagai cerita yang hadir disana dan cerita lain masih akan diseduh. Dan, cerita ini belum selesai ditulis.






ARTIKEL>>TUGAS MATA KULIAH LANDASAN PENDIDIKAN>>



0 komentar


Grup Parenting Sebagai Layanan dalam Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar
(Parenting Gruop Classes as Services in Inclusion Education in Primary School)

M. Ziyan Takhqiqi Arsyad
S2 Pendidikan Dasar-Pascasarjana Universitas Negeri Malang
email: kotaksuratziyan@gmail.com
Abstract
Parenting is given to increase knowledge of the children’s progress so parents can improve foster patterns and education at home can be aligned with education at a school. Currently there are many primary schools that runs parenting as a program from school.
In modification curriculum development can be used as a service in education. In its implementation parenting can be used for social consultant for parents. Parenting services can also be used as a meeting for parents of crew members in order to each other motivate and share experience. Parenting  integrated as a supporter of education inclusion will strengthen synergy between parents and school.

Keywords: children with spesial needs, parenting program, education service, inclusion education
Abstrak
Anak berkebutuhan khusus (ABK) pada dasarnya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Hak yang sama dapat diperoleh jika anak ABK dapat diterima dengan baik di lingkungannya. Penyebab ABK kurang dapat diterima keberadaannya salah satunya pemahaman yang kurang baik terhadap ABK. Orang tua dan guru memiliki peran vital untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi ABK. Sinergi yang baik antara orang tua dan pihak sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi untuk ABK sangat dibutuhkan.
Parenting diberikan untuk menambah pengetahuan tentang perkembangan anaknya sehingga orang tua dapat memperbaiki pola asuh dan pendidikan di rumah dapat selaras dengan pendidikan di sekolah. Saat ini banyak sekolah dasar yang menyelenggarakan parenting sebagai program dari sekolah.
Dalam modifikasi pengembangan kurikulum parenting dapat dijadikan sebagai layanan dalam pendidikan. Dalam pelaksanaannya parenting dapat dijadikan sarana konsultasi orang tua. Layanan parenting juga dapat dijadikan pertemuan bagi orang tua dari ABK agar dapat saling memotivasi dan berbagi pengalaman. Parenting diintegrasikan sebagai pendukung dari pendidikan inklusi akan menguatkan sinergi antara orang tua dan pihak sekolah.

Kata kunci: anak berkebutuhan khusus, program  parenting, layanan pendidikan, pendidikan inklusi



PENDAHULUAN
Anak berkebutuhan khusus (ABK) pada dasarnya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Dengan keterbatasan yang dimiliki ABK dianggap sulit untuk menyamai perncapaian siswa pada umumnya. Pandangan tersebut sudah terkonstruksi di masyarakat luas termasuk di sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Akan sangat sulit menciptakan lingkungan belajar yang baik jika ABK selalu dipandang sebelah mata.
Pendidikan inklusi merupakan sebuah upaya untuk mengakomodasi kebutuhan khusus siswa ABK untuk dapat belajar dengan optimal. Pada kenyataannya penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia  juga masih banyak hambatan. Bahkan orang tua ataupun guru terkadang juga kurang bisa menerima keberadaan ABK sehingga mempengaruhi perlakuan pada ABK. Ketika orang tua belum dapat menerima ABK maka akan cenderung memperlakukannya terlalu protektif atau cenderung akan membiarkan perilaku ABK tanpa ada kontrol (Duriana, 2015: 22). Pendidikan inklusi juga harus didukung oleh peran serta orang tua.
Salah satu peran orang tua untuk mendukung pendidikan inklusi adalah memberikan pola asuh (parenting) yang tepat. Dengan kondisi yang sudah dijelaskan pada paragraf di atas, jika orang tua kurang dapat menerima ABK dapat mengarah pada pengasuhan tidak tepat (disfungsional). Maka dari itu, layanan berupa program parenting untuk mendukung pendidikan inklusi di sekolah dasar untuk menambah pengetahuan tentang perkembangan ABK sehingga orang tua dapat memperbaiki pola asuh dan menyelaraskan dengan pendidikan di sekolah.
Program parenting sebagai layanan dalam pendidikan inklusi juga merupakan modifikasi dalam pengembangan implementasi kurikulum. Parenting beberapa tahun terakhir juga sudah cukup populer dan diminati orang tua, terutama di sekolah dasar swasta unggulan. Program parenting dapat menguatkan sinergi antara orang tua dan pihak sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi.
Menurut Ary dan Cheser (2011: 72) banyak sekali hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah dalam pendidikan membutuhkan penegasan dan perluasan. Penelitian yang terkait dengan program parenting bagi orang tua yang memiliki ABK sudah dapat ditemukan dalam berbagai jurnal ilmiah. Pertama, penelitian oleh Whittingham dan timnya mengenai Positive Parenting Program (Triple P) pada orang tua yang memiliki anak yang didiagnosis gangguan autis. Kedua, penelitian serupa dilakukan oleh Duriana yang juga berfokus pada Triple P yang berfokus pada mengukur penurunan pengasuhan disfungsional oleh orang tua yang memiliki ABK dengan diagnosis ADHD. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pengasuhan yang tepat sangat penting bagi pendidikan ABK. Gagasan tersebutlah yang perlu dipertegas secara ilmiah dan pembahasan yang menggambarkan prosedural program parenting untuk mendorong implementasi pendidikan inklusi di Indonesia.
PEMBAHASAN
Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam beberapa literatur dikenal dengan anak berkelainan. Menurut Hallahan dan Kauffman (dalam Effendy, 2008: 2) anak berkebutuhan khusus atau anak bekelainan adalah anak yang berbeda dari rata-rata pada umumnya, dalam hal fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosialnya. Dalam keseharian harus sangat berhati-hati dalam menggunakan istilah ABK karena dapat menimbulkan salah tafsir. Contohnya seorang anak yang terbelakang semu, karena akibat traumatik nampak seperti terbelakang mental. Setelah melalui penanganan khusus gejala sebelumnya tidak nampak. Keterbelakangan mental semu tersebut karena tertutupnya kemampuan anak yang sebernarnya (Efendy, 2008: 3)
Untuk memahami lebih lanjut mengenai anak berkebutuhan khusus perlunya memahami makna dari disabilitas dan handicap. Disabilitas merupakan keadaan aktual fisik, mental, dan emosi yang menggambarkan ketidakmampuan yang dimiliki individu, sedangkan handicap adalah keterbatasan yang terjadi pada individu akibat disabilitas (Smith, 2012: 32). Contoh ketidakmampuan atau disability yaitu orang tersebut tidak mampu melihat atau mendengar. Handicap lebih sering karena atau aggapan terhadap seseorang yang memiliki disabilitas dari pada kebutuhan objektif individu tersebut. Contohnya orang yang tunarungu mungkin akan lebih sulit untuk hidup di masyarakat. Sebenarnya pemahaman tentang disabilitas dicetuskan untuk memunculkan motivasi dan suatu tindakan agar dapat memberikan yang terbaik bagi ABK (Smith, 2012: 32). Jadi, sangat penting mengkonstruksi pemahaman tentang ABK di masyarakat untuk menerima dan memperlakukan ABK dengan sebaik mungkin.
Menurut Efendy (2008: 4) anak berkelainan sesuai dengan praktik pendidikan di Indonesia di kasifikasikan menjadi tiga yaitu kelainan fisik, mental, dan karakteristik sosial.  Dalam Permendiknas no 70 tahun 2009 dijelaskan tentang anak berkelainan yaitu setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Secara fisik, mental, ataupun emosi memang terjadi perbedaan diantara anak-anak, namun dari perbedaan-perbedaan itu akan dapat digali dan temukan persamaannya (Suparno, 2010: 4). Artinya, bahwa pada anak-anak berkebutuhan khusus itu atau sisi kebutuhan mereka yang sama dengan kebutuhan anak-anak pada umumnya, terutama adalah kebutuhan dalam memperoleh pendidikan. Dengan pemahaman tersebut dapat menjadi dasar untuk memberikan pendidikan inklusi bagi anak ABK.

Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi merupakan upaya solutif pendidikan untuk memberikan pendidikan yang baik bagi ABK. Pijakan dasar penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah Peratumendiknas No. 70 Tahun 2009 yang di dalamnya tercantum siswa ABK diberikan kesempatan untuk mengikuti pembelajaran bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Satuan pendidikan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 selayaknya menyesuaikan dengan prinsip pengembangan yang di dalamnya mengakomodasi pengembangan kemampuan dalam perberbedaan dan relevan dengan kebutuhan hidup. Dapat dikatakan kurikulum 2013 sangat mendukung penerapan pendidikan inklusi.            Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pendidikan inklusi atau pendidikan khusus adalah pendidikan yang dimodifikasi untuk siswa yang layak mendapatkan layanan khusus untuk membantu memenuhi kebutuhan yang berbeda pada siswa pada umumnya (Friend dan Bursuck, 2015: 6). Modifikasi pendidikan tersebut sebagian besar yang dimaksud adalah penyediaan layanan khusus untuk siswa ABK. Pendidikan inklusi bukan hanya pada keterampilan akademis, lebih jauh juga menyinggung keterampilan komunikasi, keterampilan sosial, dan ranah apapun yang terkait dengan kebutuhan khusus ABK.
Menurut Suparno (2010:2) pendidikan inklusif pada beberapa dekade terakhir sudah mulai menunjukkan perkembangan dalam upaya memenuhi hak dan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia.
Prinsip dalam pendidikan inkulsi menurut Efendy (2008, 24) yaitu:
1)      Prinsip kasih sayang; pada dasarnya prinsip ini adalah menerika ABK sebagaimana adanya dan mengupayakan mereka menjalani hidup seperti anak normal lainnya.
2)      Prinsip layanan individual; pelayanan ini diberikan dalam rangka mendidik ABK perlu mendapatkan porsi lebih besar dari pada anak normal.
3)      Prinsip kesiapan; untuk menerima pengajaran membutuhkan kesiapan. Setiap ABK perlu dibutuhkan untuk menguasai prasyarat pengetivaahuan, fisik, dan mental agar benar-benar siap mendapatkan pengajaran.
4)      Prinsip keperagaan; pada prinsip ini untuk memperlancar pengajaran ABK perlu diberikan bantuan peraga dan media.
5)      Prinsip motivasi; menitik beratkan pada evaluasi pengajaran yang disesuaikan dengan kondisi ABK.
6)      Prinsip bekerja kelompok; ABK dibimbing agar dapat bergaul dengan masyarakat tanpa harus merasa rendah diri sehingga dapat diterima seutuhnya.
7)      Prinsip keterampilan; keterampilan yang diberikan pada ABK dapat berfungsi sebagai sarana edukatif, terapi, dan bekal untuk kehidupannya kelak.
8)      Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap; mungkin didapat sikap yang kurang sempurna diakibatkan kecacatan dari ABK yang memang perlu diperbaiki agar tidak selalu menjadi perhatian orang lain.
Program Parenting Pendidikan Inklusi
Program parenting adalah pendidikan yang diberikan kepada anggota keluarga, khususnya bagi orang tua yang memiliki kemampuan untuk mendidik dan merawat anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Ganevi, 2013). Sudah menjadi pemahaman formal bahwa pengasuhan yang tepat akan memberikan pengaruh positif dan mendukung perkembangan optimal anak. Menurut Sulthoni (2016: 102) Orang tua sangat membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi anak di sekolah, terutama ketika ia beradaptasi di sekolah. Menyadari pengaruh positif tersebut banyak sekali sekolah yang menjadikan program parenting untuk mendukung pelaksanaan pendidikan di sekolah. Sinergi tersebut merupakan sebuah langkah penting yang dapat diterapkan secara luas untuk mengimplementasikan pendidikan inklusi di Indonesia. Program parenting merupakan kerjasama atau kolaborasi pihak sekolah dengan orang tua dalam rangka optimalisasi pendidikan di rumah dan disekolah.
Beberapa program parenting yang sering dilaksanakan sekolah-sekolah di Indonesia berupa:
1)      Parents gathering atau kelas parenting; pertemuan antar orang tua bersama pihak sekolah untuk saling berbagi pengalaman dan pengantar materi pelaksanaan program parenting yang tepat.
2)      Konsultasi; konsultasi ini merupakan bentuk kolaborasi dengan bantuan konselor atau psikolog yang dapat memberikan informasi berkelanjutan mengenai perkembangan anak pada orang tua.
3)      Seminar; program untuk menambah pengetahuan melalui materi yang diberikan ahli.
Mungkin di lapangan masih banyak program parenting dengan berbagai variasi. Di negara yang pendidikannya maju program parenting sudah dikembangkan oleh profesional dan sudah tersertifikasi sehingga kualitasnya sudah terjamin. Salah satunya adalah triple P yang di pendahuluan sudah sempat disebutkan. Di Indonesia integrasi parenting sebagai bagian dari pendidikan di sekolah paling banyak dilakukan di PAUD. Untuk sekolah dasar terutama pelaksanaan inklusi masih menjadi program yang sulit dijumpai.
Kunci dari integrasi program parenting sebagai layanan dalam pendidikan inklusi adalah kolaborasi pihak sekolah dan orang tua. Perlu dipahami kolaborasi yang merupakan upaya kemitraan antara sekolah dengan orang tua untuk menyelenggarakan layanan pendidikan. Menurut Friend dan Burcuck (2015: 140) kolaborasi lebih mengacu pada upaya sejumlah orang untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan melibatkan orang/pihak lain. Kolaborasi dapat tercipta dengan partisipasi dari berbagai pihak yang terlibat. Dalam konseling kolaborasi dipandang penting untuk mengembangkan garis komunikasi dengan keluarga, dapat memanggil orang tua ke rumah atau melakukan kunjungan untuk mempelajari masalah-masalah kritis pada anak (Rahmat dan Herdi, 2014: 140). Pada ABK kolaborasi lebih ditekankan pada pemberian layanan khusus untuk membantu memenuhi kebutuhannya.
Menurut Friend dan Burcuck (2015: 141-144) dalam kolaborasi di sekolah memiliki ciri-ciri khusus, sebagai berikut.
1)      Bersifat sukarela; pihak-pihak yang bekerjasama bisa saja ditugaskan, namun lebih baik jika tidak dipaksa.
2)      Dilandasi kesetaraan; setiap kontribusi dalam kolaborasi dihargai sama.
3)      Saling berbagi tujuan; meski terkadang dalam kolaborasi ada berbagai kepentingan dari pihak yang berbeda agar kolaborasi sukses harus saling memprioritaskan tujuan yang sama.
4)      Tanggung jawab bersama adalah untuk keputusan kunci; keputusan tidak dapat dilimpahkan pada satu pihak saja namun perlu adanya tanggung jawab.
5)      Tanggung jawab bersama terhadap hasil; ciri ini merupakan turunan prinsip keempat, dimana pihak yang berkolaborasi harus saling mempertanggung jawabkan keputusan bersama, hasilnya baik atau buruk.
6)      Dilandaskan pada sumberdaya bersama; setiap pihak yang terlibat dalam kolaborasi berperan serta menyumbang sumber daya.
7)      Kolaborasi adalah sesuatu yang tumbuh; dilandaskan pada nilai saling percaya dan hormat antar partisipasinya.
Sebuah program parenting bernama Grup Stepping Stones Triple P telah dikembangkan untuk orang tua anak-anak dengan cacat perkembangan. Stepping Stones Triple P telah dievaluasi dengan keluarga anak-anak dengan berbagai kecacatan. Program ini melibatkan orang tua dalam sesi kelompok dan konsultasi untuk memperbaiki penggunaan keterampilan mengasuh anak mereka dan untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dalam pengasuhan (Group Stepping Stones Triple P Workbook).
Program ini dikembangkan untuk mempelajari berbagai keterampilan mengasuh menekankan pada perkembangan anak dan menangani perilaku menantang yang muncul. Program ini sesuai untuk membantu orang tua mencegah perkembangan perilaku bermasalah atau untuk mengubah perilaku bermasalah jika terjadi. Adapun prosedur dalam Group Stepping Stones Triple P Workbook, sebagai berikut:
1)      Sesi 1: mengasuh secara positif. Sesi ini memberi orang tua pengantar untuk mengasuh secara positif, penyebab masalah perilaku anak, menetapkan tujuan untuk perubahan, dan bagaimana melacak perilaku anak-anak.
2)      Sesi 2: mempromosikan perkembangan anak. Selama sesi ini, praktisi membahas bagaimana mengembangkannya hubungan positif dengan anak-anak dan bagaimana mendorong perilaku yang diinginkan.
3)      Sesi 3: Mengajarkan keterampilan dan perilaku baru. Sesi ini mengajarkan kepada orang tua berbagai teknik untuk mengajar anak-anak dengan keterampilan kecacatan di berbagai bidang, seperti komunikasi, pemecahan masalah, perawatan diri, dan pengaturan diri.
4)      Sesi 4: Mengelola kebiasaan buruk dan mengasuh anak. Praktisi menawarkan strategi untuk membantu orang tua mengelola kenakalan selama sesi ini. Orangtua juga akan belajar mengembangkan rutinitas pengasuhan untuk didorong anak mengikuti instruksi
5)      Sesi 5: Merencanakan ke depan. Sesi ini mencakup tip bertahan keluarga, mengidentifikasi situasi berisiko tinggi, dan berkembang merencanakan rutinitas ke depan untuk diterapkan dalam beberapa minggu ke depan. Orang tua juga menjadwalkan dan mempersiapkan diri konsultasi telepon
6)      Sesi 6-8: Melaksanakan rutinitas parenting 1-3. Sesi telepon dimulai dengan pemberian praktisi umpan balik penilaian kepada orang tua dan mencatat kemajuan yang telah dibuat. Kemudian sesi dirancang untuk membantu orang tua dalam menerapkan strategi perubahan perilaku dalam rumah berisiko tinggi dan sitasi masyarakat (misalnya bepergian dengan kendaraan umum, potongan rambut, sesi terapi). Praktisi menggunakan umpan balik pengaturan diri sendiri model untuk membantu orang tua mengidentifikasi tujuan untuk perubahan dan pendekatan pemecahan masalah digunakan untuk membantu orang tua selesaikan area kesulitan apa pun.
7)      Sesi 9: Program ditutup. Orang tua kembali untuk sesi kelompok terakhir untuk meninjau kemajuan, melihat cara untuk mempertahankannya perubahan, pemecahan masalah untuk masa depan, dan untuk menutup program.
Grup Stepping Stones Triple P merupakan sebuah contoh dari program parenting yang sudah dikembangkan khusus untuk orang tua dari ABK. Secara prosedural cukup implementatif untuk dilaksanakan sebagai layanan pendidikan inklusi di Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pembahasan mengenai ABK atau anak berkelainan tidak dapat lepas dari konstruksi pemahaman di masyarakat. Pemahaman masyarakat yang umumnya memandang ABK adalah anak cacat yang dipandang sebelah mata perlu direkonstruksi. Istilah disabilitas atau penyandang cacat perlu diperkenalkan agar masyarakat lebih memahami dan memperlakukan ABK dengan lebih baik.
Pendidikan inklusi di Indonesia masih dianggap sebagai gagasan yang cukup sulit diimplementasikan. Tenaga profesional merupakan salah satu yang menghambat penyelenggaraan pendidikan inklusi. Tujuan utama pendidikan inklusi di Indonesia adalah penyediaan layanan, terutama layanan khusus untuk membantu ABK memenuhi kebutuhannya.
Program parenting dimana peran orang tua sangat penting di dalamnya dapat mendukung implementasi pendidikan inklusi. Program parenting dalam pemahaman formal dapat menyelaraskan pendidikan di sekolah dengan di rumah serta memberikan dampak baik terhadap perkembangan anak. Hal tersebut menjadi dasar kuat bahwa sinergi antara pihak sekolah dengan orang tua dari ABK perlu dibangun dengan bentuk kolaborasi. Program parenting adalah wadah dari kolaborasi tersebut. Grup Stepping Stones Triple P merupakan sebuah contoh dari program parenting yang sudah dikembangkan khusus untuk orang tua dari ABK di negara maju yang cukup implementatif untuk diterapkan di Indonesia.
Saran
Menurut penulis pemahaman yang benar terhadap ABK sudah saatnya direkonstruksi. Dalam pendidikan terutama, menghindari penetapan status ABK terhadap anak-anak yang belum pasti diiagnosis memiliki disabilitas. Cara pandang yang salah dapat mempengaruhi perlakuan terhadap ABK.
 
Daftar Pustaka
___.___.The Group Stepping Stones Triple P Workbook (Online) http://www.triplep.net/files/8214/3139/5749/Triple_P_Practitioner_Info_Sheet_Grp_Stepping_Stones_UK_2014.pdf (diakses pada 26 Oktober 2017).
Ary, Donald dan Cheser J, Luchy dan Razavieh, Asghar. 2011. Terjemahan Arief Furchan. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Duriana W, Yeny. 2015. Positive Parenting Program (Triple P) Sebagai Usaha Untuk Menurunkan Pengasuhan Disfungsional Pada Orangtua yang Mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus (Dengan Diagnosa Autis dan ADHD). Jurnal Psikologi (Online). Volume 13 Nomor 1. (http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/psiko/article/view/1379/1256) diakses pada 26 Oktober 2017
Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Friend, Marilyn dan Bursuck, William D. 2015. Terjemahan Annisa Nuriowandari. Menuju Pendidikan Inklusi; Panduan Praktis Untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ganevi, Noni. 2013. Pelaksanaan Program Parenting Bagi Orangtua Dalam Menumbuhkan Perilaku Keluarga Ramah Anak. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah. (Volume 9 Nomor 2).  (http://ejournal.upi.edu/index.php/pls/article/viewFile/5425/3721, diakses pada 28 Oktober 2017)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rahmat H., Dede. 2014. Bimbingan Konseling; Kesehatan Mental di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Smith, J. David. 2012. Terjemahan Denis, Ny. Enrica. Sekolah Inklusif; Konsep dan Penerapan Pembelajaran. Bandung: Nuansa.
Sulthoni. 2016. Penanaman Nilai-Nilai Budi Pekerti di Sekolah Dasar. (Online). Jurusan Teknologi Pendidikan, Tahun 25 Nomor 2, hlm 100-108. (http://journal2.um.ac.id/index.php/sd/article/view/1318/684) diakses pada 8 Desember 2017.
Suparno 2010. Pendidikan Inklusif untuk Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Khusus. (Online), Volume 7. Nomor 2. Nopember 2010  (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131572384/Pendidikan%20Inklusif%20untuk%20Anak%20Usia%20Dini.pdf, diakses pada 23 Oktober 2017)
Whittingham, Koa.  Sofronoff, Kate. Sheffield, Jeanie. R. Sanders, Matthew. (2008). Stepping Stones Triple P: An RCT of a Parenting Program with Parents of a Child Diagnosed with an Autism Spectrum Disorder. Springer Science. J Abnorm Child Psychol (2009) 37 (Online). (https://www.academia.edu/18962512/Stepping_Stones_Triple_P_An_RCT_of_a_Parenting_Program_with_Parents_of_a_Child_Diagnosed_with_an_Autism_Spectrum_Disorder?auto=download, Diakses pada 26 Oktober 2017)

tak punya tema



0 komentar
benar-benar waktu tak pernah mau mengalah kecepatan berputar bumi ini. entah berapa mil/detiknya? satu detik saja kadang kita ingin menghentikan waktu. berandai-andai saja bisa, kita tidak akan pernah mengenal kata terlambat. pasti tak akan pernah menyesalkan kejadian-kejadian buruk. mungkin saja juga tidak akan ada kejutan yang membuat kita bisa meledak-ledak serupa kembang api. manusia tidak akan pernah berspekulasi dan hidup terasa lebih datar hingga berakhir.

setiap malam beakhir lebih cepat dengan doa menjelang tidur. pagi dimulai lebih awal. kemudian hanya sibuk mengerjakan rutinitas sepanjang pekan. mungkin hanya hari libur yang memberikan kesempatan untuk berpikir tentang hidup yang telah dijalani. hanya di hari libur itu menjelma menjadi manusia yang dikaruniai keindahan. 

kadang susah, hanya untuk bercerita kalau saat ini tiada kesibukan. bukan sama sekali tak ada, tapi membantu orang tua di rumah apa bisa disebut kesibukan hmm.... setiap hari berlalu dengan mengarsip pesan singkat dan status teman di medsos. syukur, itu masih menjadi hiburan kecil yang setiap ketikannya masih menjadikan suasana bisa berubah walau hanya sedikit. setidaknya masih ada mimpi yang membutuhkan fokus dan usaha untuk detik, menit, jam, hingga tahun-tahun mendatang.

selamat malam !!!!

Siklus Metamorfosis Pertamina (Resensi)



0 komentar



Judul buku : Pertamina Top Stories
Penulis : Sigit Soetiono dan Benny Joewono (Tim Editor)
Penerbit : Corporate Communication PT. Pertamina
Cetakan : 2013
Tebal : 244 halaman
Peresensi : M. Ziyan Takhqiqi Arsyad

Puncak pencapaian suatu perusahaan sangat bertumpu pada visi dan pemimpin sebagai katalisatornya. Pertamina saat ini sudah dikenal sebagai perusahaan raksasa namun siapa yang tahu bagaimana bisa sampai seperti sekarang. Di balik nama besarnya, Pertamina menyimpan segudang gejolak dan terobosan mewarnai segenap pencapaian dan pengorbanan di dalamnya. Dapat dikatakan setiap satu siklus Pertamina mengalami satu metamorfosis,  dulunya Pengeboran yang dikelola Belanda kini menjadi prototipe perusahaan energi yang besar di Asia.

Ladang Warisan dan Modal Patungan
Ladang induk pertama Pertamina adalah Pangkal Brandan di Sumatra Utara merupakan peninggalan Belanda sejak tahun 1928. Pada tahun 1957 ladang tersebut oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan menyerahkan pengelolaan ladang tersebut kepada TNI AD. Kolonel Nasution dari TNI AD dengan berbagai spekulasi menunjuk Ibnu Soetowo untuk memimpin perusahaan yang dulunya masih berlabel PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatra Utara. Kemudian, dengan alasan menasionalkan perusahaan diubah lagi menjadi Perusahaan Minyak Nasional (Permina) pada 10 desember 1957.

Patungan modal 10 juta oleh Ibnu dan Harjiono digunakan untuk menjalankan operasional pengeboran hingga pemasaran minyak ke luar negeri. Ancang-ancang dimulai dari pembukaan kantor cabang di Jakarta, menggandeng penasehat kelautan untuk mengurus dua tangker baru, dan Ibnu sendiri menggenjot pompa pengeboran. Akhirnya, pada mei 1958 Permina mengekspor 1700 ton minyak dari ke Jepang. Saat itu, Ibnu Soetowo lah sosok yang tepat untuk menancapkan tonggak pertama Pertamina. Metode otodidak dan finding lesson diterapkan Ibnu untuk membuat Permina dapat melaju.

Dari cara belajar mencoba dan mencari ilmu sana sini Ibnu membuat berbagai terobosan pada Permina. Permina menjadi tumpuan pembangunan negara kala itu. Era baru perusahaan minyak dimulai dengan merger Permina dan Pertamin menjadi Pertamina pada tahun 1971 yang menandai puncak pencapaiannya. Sejak itu Pertmina menjadi public service obligation yang intinya menjadi tonggak utama membangun negara dan keuangan Pertamina dipegang oleh negara. Pertamina yang semakin besar merambah berbagai ranah bisnis mulai dari hotel, rumah sakit, telekomunikasi, dll.

Dalam kebijakan pengelolaan, Ibnu melakukan pemutusan konsesi (sistem kontrak hanya dengan membayar pajak tanah dan royalti tanpa menanggung rugi) yang kala itu cukup merugikan negara yang kemudian diganti dengan kontrak karya. 60 persen keuntungan dari kontrak karya dirasa belum cukup tahun 1966 mendorong Ibnu membuat Profit Sharing Contract (PSC). Dengan PSC Ibnu berusaha mengendalikan keuntungan produksi minyak oleh perusahaan asing tetap masuk negara. Kepemimpinan Ibnu harus terhenti pada tahun 1976 karena Pertamina tengah dihantam krisis ekonomi akibat anjloknya harga minyak serta pembatasan produksi sebagai langkah penghematan minyak bumi.

Jalan Kesederhanaan Menembus Badai

Siklus baru menghadapi goncangan ekonomi dimulai pada tahun 1976 oleh Piet Harjono. Langkah memulihkan Pertamina dilaksanakan dengan reorganisasi dengan tujuan efisiensi. Karyawan sejumlah 4.1000 orang dirasa sangat gemuk sehingga Piet merencanakan pengurangan karyawan. Selain itu Piet berusaha menjadi role model dengan meminimalisir penggunaan fasilitas perusahaan seperti AC dan golf. Tujuan awal untuk memulihkan Pertamina cukup berhasil dengan Piet yang menertibkan urusan administrasi.

Tahun 1981 Joedo Soembodo menggantikan Piet dengan misi membangun kembali setelah berbenah. Joedo sering droping untuk memantau ke lapangan untuk mengatasi kelangkaan minyak. Spesialisasinya di bidang distribusi berujung pada keberhasilan Joedo mengagalkan pencurian minyak yang melibatkan jaringan di Singapura. Ditengah gejolak ekonomi seolah usaha tersebut kurang berdampak pada Pertamina.

Tiga tahun kemudian Joedo digantikan oleh A. R. Ramly yang di latar belakangi perluasan pasar. Pertamina masih harus membiayai pembangunan negara dengan sumbangan wajib 70 persen ke devisa negara. Itulah salah satu sebab Pertamina kesulitan mengejar Petronas. Kebijakan Ramly untuk memberi wewenang penuh pada direksi serta membangun kantor konsulat di luar negeri cukup signifikan dengan mencatat keuntungan tiga koma sekian triliun. Ramly juga melakukan efisiensi dengan melepas rumah karyawan, juga mengatur kembali fasilitas seperti rumah sakit dan lapangan golf.

Masa-masa Transisi

Kepemimpinan A. R. Ramly dilanjutkan Faisal Abda’oe yang resmi diangkat tahun 19 Agustus 1988. Abda’oe sangat gencar dalam menggandeng investor lokal demi mempercepat alih teknologi. Dimulai dengan kontrak investasi LNG F di Bontang tahun 1991 oleh kontraktor nasional. Abdoe juga mereivi PSC dengan pola keuntungan yang lebih fleksibel. Hasilnya 22 kontrak bagi hasil ditandatangani berbagai investor. Realisasi restrukturisasi juga dilakukan oleh Abda’oe dengan melakukan penurunan jumlah karyawan dari 46 ribuan tahun 1991 hingga kurun waktu 1997 yang berjumlah 34 ribuan orang. 

Krisis moneter yang menimpa Indonesia membuat Abda’oe harus turun dan menyerahkan jabatannya pada Soegianto tahun 1998. Dengan kondisi cashflow di bawah batas normal membuat Soegianto malu karena tidak dapat memenuhi tagihan pemodal. Menghadapi masalah yang begitu pelik Soegianto menerapkan kesederhanaan dalam mengelola perusahaan. Namun di tahun yang sama Sogianto harus rela digantikan oleh Martiono Hardianto. 

Pada masa 2000-2004 pertamina banyak mengalami pergantian pimpinan. Mulai dari Martiono Hadianto (1998-2000), Baihaki Hakim (2000-2003), hingga Ariffi Nawawi (2003-2004). Martiono sendiri sempat menyelipkan misi World Class Company dalam tubuh Pertamina. Baihakki Hakim mengibarkan bendera perseroan pada Pertamina pada tahun 2003. Ariffi melakukan analisis SWOT pada pertamina untuk menyelesaikan bule print Pertamina di era perseroan.

Bentuk Nyata Metamorfosis 

Widya Purnama menandai metamorfosis Pertamina dengan logo baru yang menuai pro dan kontra. Dengan lantang Widya menyuarakan untuk menentang siapa saja yang mengganggu Pertamina. Paling ekstrim dari masa kepemimpinan Widya adalah dia berani mengehentikan kerjasama dengan Exxon Mobil yang dinilai tidak beriktikad baik mengelola cepu. Selang dua tahun Ari H. Soemarno maju menggantikan  Widya Purnama. 

Soemarno melakukan transformasi dalam waktu singkat pada operasional kerja Pertamina. Pada era Soemarno disosialisasikan program “Pasti Pas!” pada SPBU sebagai hilir distribusi Pertamina. Penerapan undang-undang Migas pada tahun 2003 juga menciptakan perubahan tersendiri. Jika dulu Pertamina harus menyetor penghasilan kepada negara, sekarang Pertamina melakukan jual-beli minyak kepada negara dengan itung-itungan subsidi. Peran Pertamina sebagai tonggak pembangun negara berjalan selaras dengan sistem perseoran. Bagi hasilnya juga lebih jelas. Selain itu Soemarno juga hendak menggerakkan LNG untuk dalam mencukupi kebutuhan energi nasional dengan menggalakkan LPG 3 kg. Terbukti program tersebut mampu menghemat subsidi BBM meskipun biaya di awalnya cukup membengkak.

Tepat 5 Februari 2009 Karen Agustiawan menjadi perempuan pertama yang menahkodai Pertamina dengan mengusung visi “energizing asia”. Karen melanjutkan jenjang program yang dirintis Ari H. Soemarno meliputi kemanan pasokan BBM, LPG, penguasaan sektor hulu, dan mempertahankan momentum perubahan. Hingga kini Karen masih memimpin Pertamina dengan 6 anak perusahaan lainnya. Karen hadir sebagai metamofosis sempurna 52 tahun Pertamina.

Dulu Pertamina tak lebih dari lubang berminyak yang tak jelas manfaatnya dimana sejuta cerita puncak digali dari dalamnya. Penggalian kesuksesan Pertamina tentu mengalami pasang-surut bersamaan dengan bergantinya pimpinan yang memeri warna pada tiap masa baktinya. Setiap kutipan dari ucapan pemimpin Pertamina serta kelugasan yang menyatukan visi dan makna perjuangan menjadikan penyampaian bahasa terasa interaktif. Ada beberapa paragraf pada satu halaman yang diulang di halaman lain membuat boros untuk dibaca. Foto setiap momen masih serasa dapat melengkapi kekurangan isi buku ini.  Lepas dari itu semua “Pertamina Top Stories” ialah bukti nyata suksenya BUMN Indonesia yang terbukukan judul istimewa.


older post